Kita Perlu Serius Menangani Dampak Lingkungan dan Potensi Bencana

Artikel ini dilansir dari BBC News Indonesia, 19 Maret 2025 – Banjir terjadi setiap hari di berbagai daerah di Indonesia, ‘kebijakan pemerintah hangat-hangat tahi ayam’ Banjir di Kota Bekasi, Jawa Barat, awal Maret lalu diduga kuat terjadi karena deforestasi hutan di kawasan hulu serta perubahan fungsi lahan di sekitar daerah aliran sungai.

Banjir di Bekasi yang berdampak pada 16 ribu orang itu kini memang telah surut, tapi setiap hari banjir dengan penyebab yang sama menerjang berbagai daerah Indonesia lainnyaβ€”dari ujung Aceh hingga Tanah Papua.

Empat kabupaten di Aceh dilanda banjir pada dua pekan pertama Maret. Berulang kali terjadi, banjir di kawasan itu diyakini tak hanya dipicu hujan ekstrem, tapi juga kerusakan lingkungan, terutama akibat perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.

Delapan kabupaten di Kalimantan Selatan juga diterjang banjir Maret ini.

Wakil Gubernur provinsi itu, Edy Pratowo, mengakui hubungan antara hutan yang hilang akibat perkebunan dan pertambangan dengan banjir yang terus berulang di wilayahnya.

Pada periode yang sama, banjir terjadi di enam kecamatan di Kepulauan Yapen, Provinsi Papua.

Banjir bukan hal baru bagi warga Yapen. Namun seperti banjir pada tahun-tahun sebelumnya, bencana kali ini juga disebabkan penebangan pohon “yang masif” di sekitar daerah aliran sungai, kata orang nomor satu di kabupaten itu, Benyamin Arisoy.

Saat berita ini ditulis, banjir juga masih terjadi setidaknya oleh warga Padangsidimpuan di Sumatera Utara, Parigi Moutong di Sulawesi Tengah, dan Flores Timur di Nusa Tenggara Timur.

Begini menurut para pakar ekologi

Hampir di seluruh wilayah Indonesia, lanskap yang dulu memiliki fungsi ekologis telah menjauh dari kata ekologis, kata Yayat Hidayat, pakar konversi tanah dari Institut Pertanian Bogor.

Menurutnya, inilah pemicu utama bencana banjir, di luar curah hujan ekstrem.

Untuk mengatasi potensi banjir, kata Yayat, pemerintah semestinya membuat kebijakan yang menyeluruh dan bersifat jangka panjang.

Penertiban bangunan di daerah hulu seperti yang diwacanakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dan Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi Ansharullah, disebut Yayat tak akan cukup menghentikan banjir yang terus berulang.

“Kalau hanya menutup satu atau dua vila, itu bukan solusi. Semua harus diterbitkan,” ujar Yayat.”Kalau solusinya tidak menyeluruh, kebijakan itu mungkin hanya hangat-hangat tahi ayam,” tuturnya.

Pakar limnologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Muhammad Fakhrudin, juga menyebut hal serupa.

Dia berkata, upaya pemerintah mengatasi banjir selama ini “terlalu kecil” dan belum memberikan efek nyata.”Yang terlihat secara umum, pas terjadi bencana kita ribut-ribut, setelah itu biasanya lupa,” ujar Fakhrudin.

Lantas siapa pejabat dan lembaga yang paling bertanggung jawab mengurus persoalan banjir di Indonesia? Dan apakah siasat pemerintah telah tepat mencegah banjir yang terus terjadi?BBC News Indonesia menelisik persoalan banjir di Papua dan Sumatra Barat untuk melihat bagaimana perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia menjadi faktor utama terus berulangnya bencana tersebut.

Kami juga menggali data satelit untuk mengungkap perubahan lanskap hutan di sejumlah wilayah yang telah dan masih berpotensi dilanda banjir.

Silakan membaca artikel lengkapnya: https://www.bbc.com/indonesia/articles/cp9yvdv52d3oSumber foto: ANTARA, AFP, IKBAL ASRA.

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *