Pekalongan, 12 Juli 2025 – Seorang murid tiba-tiba menghampiri gurunya yang sedang duduk-duduk di tepi kolam, di tengah taman sekolah. Kepada sang guru, murid itu mengasungkan permintaan, “Pak, bila diperkenankan, sebentar saya meminta kesediaan Bapak untuk saya ganggu waktu santai Bapak.
Bolehkah?”Perkataan murid itu membuahkan lengkungan pada bibir sang guru, serta membeningkan tatapan matanya. Seolah-olah ia baru saja terbangun dari tidur yang sebentar. Lalu, tanpa ragu sang guru itu mengiyakan. “Tidak masalah. Kita bisa ngobrol santai di sini. Katakan saja,” ujar sang guru.
Semula murid itu menunduk. Seakan-akan ada sesuatu yang tiba-tiba jatuh ke tanah. Tetapi, tak juga ia temukan sesuatu itu. “Lho, kok malah diam?” tegur sang guru. “Bilang saja. Bapak akan mendengarkan apa saja yang ingin kamu ceritakan.”Murid itu pelan-pelan mulai mengangkat wajahnya sampai benar-benar kembali menegak. Hanya, ia tak berani menatap wajah gurunya.
Dengan sedikit rasa malu, murid itu berkata, “Bapak kan kerap mengajarkan kami untuk selalu mengingat. Dan, kami pun bisa melakukannya. Kami bisa menghafal apa pun yang Bapak ajarkan. Tetapi, belakangan ini saya merasa bahwa di dalam hidup yang saya alami ada banyak hal yang mesti saya lupakan. Hanya, saya sulit melakukannya. Apakah dengan begitu lupa adalah sebuah kesalahan? Sebuah dosa? Jika memang lupa adalah sebuah kesalahan, bagaimana dengan rasa sengsara yang justru dihadirkan oleh ingatan?”
Sang guru itu terperanjat. Tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang. Lalu, pelan-pelan ia mulai menata pikirannya. Ia tahu, persoalan yang dihadapi muridnya itu bukan yang sepele. Sebab, dalam beragam kasus yang pernah ia tangani, ada banyak luka yang justru dilahirkan dari mengingat.
Dan lupa menjadi kisah lain yang bisa juga diselimuti rajutan ingatan.”Bagaimana kau menemukan pertanyaan itu?” tanya sang guru sebelum ia memberikan tanggapan. “Aku mengalaminya, Pak,” jawab murid itu.
“Sungguh, Bapak tak menyangka bakal menemukan pertanyaan itu. Bapak sangat berterima kasih kamu sudah mau berbagi kisah. Tetapi, sampai detik ini agaknya Bapak masih kesulitan menjawab. Kalau mau jujur, kita diselubungi peristiwa yang sama. Bapak belum sanggup melupakan. Walau sesungguhnya mengingat sama membuat sengsara. Bapak mohon maaf, jika untuk pertanyaan itu Bapak belum bisa memberi jawaban,” jelas sang guru.
Murid itu menunduk lagi. Dipandanginya ikan-ikan di dalam kolam. Samar-samar ia tangkap pula bayangan wajahnya yang jatuh di permukaan air yang beriak. Bayangan itu makin kabur rupanya manakala seekor ikan meloncat dan kembali menyelam. Membuat riak air pada permukaan memecah keutuhan rupa bayangan wajah murid itu.
Bel sekolah membahana. Mengakhiri obrolan yang tak sempat menemukan jawaban itu. Keduanya harus kembali ke ruang kelas untuk belajar mengingat lagi.
drc

Jurnalis juga seorang Konsultan Pertanian.