Miris! Banyak Anak Tak Hafal Lagu Nasional, Menteri PPPA Serukan Kembali ke Akar Budaya

Infokotaonline.com, Jakarta β€” Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Fauzi, mengungkap keprihatinan mendalam terhadap minimnya penguasaan lagu nasional oleh anak-anak Indonesia. Dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (20/7), Arifatul menyebut banyak anak kini tidak lagi hafal lagu-lagu nasional seperti Halo-Halo Bandung dan Berkibarlah Benderaku.

“Saya sedih ketika saya tanya lagu Halo-Halo Bandung, mereka tidak hafal. Berkibarlah Benderaku juga tidak hafal. Ini menjadi keprihatinan kita bersama,” ujar Arifatul usai mengikuti rangkaian acara Hari Anak Nasional yang digelar saat car free day (CFD) di Jakarta Pusat.

Sebagai bentuk keprihatinan sekaligus ajakan untuk kembali mencintai budaya bangsa, Kementerian PPPA menggelar kegiatan long march dari Kantor Kementerian Agama di Jalan Thamrin menuju Bundaran HI. Sepanjang perjalanan, anak-anak diajak menyanyikan lagu-lagu nasional secara bersama-sama.

“Maka sepanjang jalan dari Kemenag menuju Bundaran HI, kita nyanyikan lagu nasional agar anak-anak terbiasa dan tidak lupa dengan identitas bangsa,” jelasnya.

Arifatul juga mengumumkan bahwa puncak peringatan Hari Anak Nasional akan dilaksanakan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, pada Rabu, 23 Juli 2025. Acara ini akan diisi dengan berbagai kegiatan edukatif dan budaya, seperti senam pagi, permainan tradisional berbasis kearifan lokal Riau, serta pertunjukan lagu daerah dan lagu nasional.

Menurutnya, fokus kegiatan tahun ini bukan hanya mengenalkan kembali lagu nasional, tetapi juga menghidupkan kembali permainan tradisional sebagai sarana pembelajaran sosial anak. Langkah ini diambil karena hasil analisis internal Kementerian PPPA menemukan bahwa banyak kasus kekerasan terhadap anak bermula dari pola asuh yang tidak tepat, khususnya terkait penggunaan gawai (gadget).

β€œBanyak persoalan kekerasan terhadap anak ternyata dipicu oleh pola asuh yang salah dalam penggunaan gadget dan faktor lingkungan. Anak terlalu lama bermain gawai hingga kurang interaksi sosial,” jelas Arifatul.

Ia menegaskan, permainan tradisional bisa menjadi solusi konkret. Anak-anak diajak bermain bersama, membangun empati, kerja sama, dan memperkuat interaksi sosial, yang sangat penting dalam tumbuh kembang mereka.

“Melalui permainan tradisional, kita ingin anak-anak kembali berinteraksi nyata, bukan hanya di dunia maya. Kebersamaan dalam bermain bisa jadi sarana pendidikan karakter yang efektif,” tandasnya.

(csw)

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *