Infokotaonline.com, Jakarta — Demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada Senin (25/8/2025) berakhir ricuh setelah aparat kepolisian menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Bentrokan tak terhindarkan ketika ribuan demonstran yang tergabung dalam aksi bertajuk “Revolusi Rakyat Indonesia” menolak kabar kenaikan gaji anggota DPR periode 2024–2029.
Situasi semakin memanas ketika polisi mengejar peserta aksi yang berusaha menyelamatkan diri. Beberapa demonstran terlibat adu dorong dengan aparat, menyebabkan kericuhan meluas di sekitar kompleks parlemen.
Melihat kondisi tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, mengingatkan aparat kepolisian agar tidak bertindak represif dalam menangani massa. Politikus PDI Perjuangan itu menilai pendekatan persuasif lebih tepat untuk meredam ketegangan.
“Mohon sekali untuk aparat, kami harapkan juga tidak represif, sehingga suasana lebih kondusif,” ujar Aria di Kompleks Parlemen, Senin (25/8/2025).
Aria mengaku sempat memantau jalannya demonstrasi melalui layar tablet saat dirinya memimpin rapat bersama Kementerian Dalam Negeri. Menurutnya, suasana rapat turut terpengaruh oleh situasi panas di luar gedung.
“Saya melihat di layar iPad saya mulai ada hal-hal yang mengkhawatirkan, baik tindakan anarki maupun represif,” tambahnya.
Selain menyampaikan imbauan kepada aparat, Aria juga menitipkan pesan khusus kepada mahasiswa dan elemen sipil yang turun ke jalan. Ia menegaskan bahwa penyampaian aspirasi harus dilakukan secara damai dan sesuai aturan hukum yang berlaku.
“Lewat forum yang terhormat ini, kami berharap demo-demo yang ada, sampaikan aspirasi itu sesuai ketentuan. Jangan anarki, untuk saudaraku yang saat ini melakukan demo di depan DPR,” ujarnya.
Aksi ini dipicu kabar kenaikan gaji anggota DPR yang mencapai sekitar Rp100 juta per bulan, termasuk tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta. Kebijakan tersebut menuai kritik tajam dari publik, yang menilai kinerja DPR selama ini tidak sebanding dengan besarnya pendapatan.
Kemarahan masyarakat kian membara setelah sejumlah anggota dewan dinilai tidak serius menanggapi aspirasi rakyat. Bahkan, di media sosial muncul wacana pembubaran DPR yang digaungkan sebagian kelompok masyarakat.
Menjelang siang, aksi yang semula berlangsung damai berubah menjadi kericuhan. Massa dan aparat terlibat bentrok hingga memaksa polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan. Sejumlah peserta aksi berlarian ke berbagai arah, sementara aparat terus melakukan penyisiran di sekitar Gedung DPR.
(csw)
