Infokotaonline.com
Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengecam keras tindakan kekerasan terhadap jurnalis Antara yang terjadi saat peliputan demonstrasi di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2025). Keduanya mendesak Kapolri dan Polda Metro Jaya segera mengusut tuntas kasus penganiayaan tersebut.
Korban dalam insiden ini adalah jurnalis foto Antara, Bayu Pratama. Saat meliput jalannya aksi, Bayu sudah mengenakan atribut lengkap berupa helm dan kartu pers. Namun, ketika aparat kepolisian melakukan pemukulan untuk membubarkan massa, Bayu justru ikut menjadi sasaran. Ia dipukul menggunakan pentungan meski sudah menepi dari kericuhan. Akibat serangan itu, kamera kerja Bayu rusak, sementara tangan dan lengannya mengalami luka.
Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, menyebut kasus ini menambah panjang daftar kekerasan aparat terhadap jurnalis. Catatan AJI sepanjang Juni 2024 hingga Juni 2025 mencatat lebih dari 20 laporan kekerasan terhadap wartawan, sebagian besar terjadi ketika meliput aksi massa.
“Brutalitas aparat tidak bisa lagi dibiarkan. Polri gagal menjalankan amanat Pasal 8 UU Pers yang menegaskan kewajiban memberi perlindungan hukum bagi jurnalis,” tegas Irsyan dalam keterangannya. Ia menekankan perlunya evaluasi serius terhadap prosedur penanganan demonstrasi, agar hak asasi manusia tetap dijunjung tinggi dan tindakan represif dihentikan.
Senada, Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi tindak pidana serius. Menurutnya, pelaku jelas melanggar Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal tersebut menjamin kemerdekaan pers dan melarang segala bentuk penghalangan kerja jurnalistik.
“Ancaman hukumannya jelas, yakni penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp500 juta. Karena itu, Kapolri dan Polda Metro Jaya harus segera mengusut kasus ini secara transparan. Jangan biarkan kekerasan terhadap jurnalis dinormalisasi dengan alasan penertiban,” kata Mustafa.
Ia menambahkan, praktik impunitas yang terus berlangsung hanya memperburuk wajah penegakan hukum di Indonesia. “Tangkap, hukum, dan adili pelaku yang berasal dari Korps Bhayangkara. Jurnalis bekerja dilindungi undang-undang, segala bentuk serangan kepada mereka adalah ancaman bagi demokrasi,” ujarnya.
Mustafa juga mengajak masyarakat sipil dan publik untuk bersolidaritas dalam mengawal kasus ini, agar proses hukum tidak berhenti di tengah jalan. Ia menegaskan, kebebasan pers merupakan hak fundamental dalam demokrasi yang tidak boleh diganggu dengan alasan apapun.
(csw)
