Infokotaonline.com
Kota Pekalongan – Kasus penahanan ijazah oleh perusahaan kembali mencuat di Kota Pekalongan. Seorang karyawan perempuan berinisial LS (25), warga Kelurahan Kauman, Kecamatan Pekalongan Timur, harus menanggung pilu setelah ijazah SMA miliknya tak kunjung dikembalikan, meski ia sudah tidak lagi bekerja sejak kontraknya berakhir pada 2023.
LS mulai bekerja di perusahaan tersebut pada 2019. Sesuai kebijakan internal, ia diminta menitipkan ijazah SMA sebagai salah satu syarat administratif. Namun, setelah empat tahun bekerja dan kontraknya berakhir, dokumen penting itu tetap ditahan tanpa alasan yang jelas.
“Saya sudah selesai bekerja, tapi ijazah masih ditahan. Alasannya selalu berubah-ubah, tidak pernah jelas,” ungkap LS dengan suara bergetar, Selasa (23/9/2025).
Tidak hanya menghadapi penahanan dokumen, LS juga mengaku mendapat perlakuan tidak adil. Ia difitnah membawa uang perusahaan dan dituduh membeli rumah hingga sepeda motor dari uang kantor. Tuduhan itu, menurutnya, sama sekali tidak benar.
“Itu fitnah. Saya tidak pernah melakukan hal-hal yang mereka tuduhkan. Saya hanya ingin ijazah saya kembali, itu saja,” tegasnya.
Praktik penahanan ijazah karyawan bukan hal baru di Indonesia. Sejumlah kasus serupa pernah terjadi di berbagai daerah, meski aturan hukum jelas melarang. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta aturan turunannya menegaskan bahwa perusahaan dilarang menahan dokumen pribadi pekerja, termasuk ijazah.
Kementerian Ketenagakerjaan sendiri telah berulang kali mengingatkan bahwa penahanan ijazah merupakan pelanggaran hak pekerja. Ijazah adalah dokumen pribadi yang tidak boleh dijadikan jaminan atau alat kontrol bagi karyawan.
Bagi LS, ijazah SMA yang ditahan itu sangat penting untuk masa depan. Tanpa dokumen asli, ia kesulitan mencari pekerjaan baru maupun melanjutkan pendidikan.
“Saya hanya ingin hak saya kembali. Ijazah itu penting untuk masa depan saya. Semoga ada keadilan dan perusahaan mengembalikan hak saya,” ujarnya lirih.
Kasus seperti yang dialami LS menambah panjang daftar praktik ketidakadilan yang masih dialami pekerja. Banyak pihak menilai, pemerintah dan lembaga penegak hukum harus lebih tegas menindak perusahaan yang terbukti melanggar aturan.
Hingga kini, LS masih menunggu iktikad baik perusahaan. Ia berharap ada kepastian hukum yang berpihak pada pekerja, sehingga kejadian serupa tidak terus berulang.
(Ari/war)
