
CIKARANG, INFO KOTA- Kisah pilu datang dari Karsinah, seorang ibu penjual mie ayam yang sehari-hari mangkal di kawasan industri Cikarang. Saat ditemui oleh jurnalis info kota, Pada Selasa (8/4), ia menceritakan bagaimana mahalnya ongkos transportasi membuatnya urung pulang kampung ke Solo, bahkan saat Lebaran.
“Naik bus termurah saja sekarang Rp600 ribu, itu baru sekali jalan,” keluh Karsinah. Ia mengaku hanya bisa pulang kampung bila ada acara keluarga seperti pernikahan, khitanan, atau hajatan lainnya. “Kalau cuma Lebaran, saya gak bisa ikut mudik. Mahal, Mas,” tambahnya dengan lirih.
Kisah Karsinah tak berhenti di situ. Ia juga menumpahkan kegelisahannya tentang anaknya yang kesulitan mendapatkan pekerjaan, meski tinggal di kawasan industri yang dipenuhi ratusan perusahaan.
“Anak saya kerja di PT, tapi cuma kontrak, itu pun harus bayar dulu,” ungkapnya. Ia menuturkan, anaknya harus menyetor sejumlah uang ke oknum perusahaan agar bisa diterima magang. “Bayar dulu, baru bisa masuk. Kalau gak punya uang, ya susah.”
Bahkan, menurutnya, ada perusahaan lain yang juga membuka peluang kerja, tapi pungutan masuknya lebih tinggi lagi. Ia menyayangkan kondisi ini dan berharap ada perubahan agar anak-anak muda tidak harus membayar untuk bisa bekerja secara layak.
Keluhan Karsinah membuka tabir kenyataan getir yang dihadapi masyarakat bawah: mahalnya biaya hidup dan ketidakadilan dalam akses kerja, bahkan di tengah geliat kawasan industri.
Di akhir perbincangan, Karsinah sempat melemparkan pertanyaan yang mencerminkan kegundahannya akan masa depan dunia kerja di Indonesia. Ia mempertanyakan kabar bahwa banyak perusahaan asing memilih pindah ke Vietnam karena maraknya praktik premanisme di Indonesia, khususnya di wilayah Bekasi.
“Kata orang-orang, banyak perusahaan pindah ke Vietnam. Apa betul itu karena premanisme di sini? Kalau begitu, makin khawatir saya,” tuturnya dengan nada cemas. (CSW)

