Jakarta – Harga kelapa bulat di pasar tradisional melonjak drastis dalam beberapa pekan terakhir. Jika sebelumnya hanya Rp 10.000-15.000 per butir, kini harganya mencapai Rp 25.000. Kenaikan ini membuat banyak konsumen dan pelaku usaha kecil merasa terbebani.
Ekspor Kelapa Jadi Penyebab Utama
Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan bahwa lonjakan harga ini disebabkan oleh peningkatan ekspor kelapa. Banyak pelaku usaha memilih mengekspor kelapa karena harga jual di luar negeri jauh lebih tinggi.
“Ini jadi mahal karena diekspor. Harga ekspor memang lebih tinggi dibandingkan di dalam negeri. Karena itu, pasokan dalam negeri menipis dan harga jadi naik,” kata Budi di Kantor Kementerian Perdagangan, Kamis (17/4/2025).
Pemerintah Akan Duduk Bersama Pelaku Usaha
Untuk mengatasi masalah ini, Budi menyatakan pemerintah akan segera menggelar pertemuan dengan petani, eksportir, dan pelaku usaha kelapa. Tujuannya adalah mencari solusi terbaik agar kebutuhan domestik tetap terpenuhi tanpa merugikan petani dan eksportir.
“Kita akan cari kesepakatan yang seimbang. Jika harga terlalu rendah, petani dan eksportir tidak mau. Tapi kita juga perlu memastikan ketersediaan kelapa untuk pasar dalam negeri,” tambahnya.
Harga di Pasar Melonjak Dua Kali Lipat
Pantauan di beberapa pasar tradisional Jakarta menunjukkan kenaikan yang signifikan. Di Pasar Rawa Bebek, harga kelapa kini berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 25.000 per butir.
“Kalau yang kecil Rp 20.000, yang besar Rp 25.000. Biasanya cuma Rp 10.000–15.000,” kata Usin, seorang pedagang kelapa parut, Jumat (11/4/2025).

Kenaikan Harga Terjadi Sejak Sebelum Ramadan
Di Pasar Klender SS, Deden, pedagang lainnya, mengatakan kenaikan harga sudah terjadi sejak sebelum bulan puasa. Hingga pertengahan April, harga tersebut belum juga turun.
“Sudah lama naik, dari sebelum Ramadan. Sekarang yang kecil saja Rp 20.000. Biasanya cuma Rp 10.000–12.000,” ujarnya.
Dampak pada Konsumen dan UMKM
Kenaikan harga kelapa ini berdampak langsung pada pelaku usaha kuliner dan ibu rumah tangga. Banyak yang terpaksa mengurangi pemakaian kelapa atau mencari alternatif bahan lain, terutama untuk produksi santan.
Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret. Keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan dalam negeri menjadi kunci agar harga kelapa kembali stabil.
(spy)