Jakarta β Pemerintah memastikan bahwa kebijakan impor tidak dilakukan secara sembarangan. Komoditas yang diimpor hanyalah yang tidak cukup tersedia dalam negeri. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, dalam keterangan usai rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (10/4/2025).
Menurut Arief, Presiden Prabowo Subianto mendorong agar impor dilakukan secara terbuka dan adil. Namun, itu bukan berarti semua komoditas bebas diimpor.
βYang dimaksud adalah jangan hanya satu-dua perusahaan yang diberi izin. Kita buka akses lebih luas, tetapi tetap berdasarkan data neraca pangan,β jelas Arief.
Neraca Pangan Menjadi Acuan Utama
Bapanas menyusun proyeksi neraca pangan setiap tahun. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa banyak kebutuhan dan ketersediaan nasional.
Contohnya, pada tahun 2025, ketersediaan daging sapi dan kerbau diperkirakan 617,3 ribu ton. Padahal, kebutuhan nasional mencapai 766,9 ribu ton. Artinya, masih ada kekurangan sekitar 149 ribu ton.
Komoditas lain seperti kedelai juga mengalami defisit besar. Produksi dan stok hanya sekitar 392 ribu ton, sedangkan kebutuhan mencapai 2,6 juta ton. Begitu juga dengan bawang putih. Ketersediaannya hanya 110 ribu ton, padahal kebutuhan tahun ini bisa mencapai 622 ribu ton.
Produksi Dalam Negeri Tetap Prioritas
Walau impor diperlukan, pemerintah tetap menjadikan produksi lokal sebagai prioritas. Arief menegaskan, kebijakan ini tidak akan mengganggu petani dan peternak.
βImpor adalah pilihan terakhir. Kalau dalam negeri cukup, kita tidak akan impor. Tujuannya adalah menjaga petani dan peternak kita tetap untung dan berdaya saing,β tegasnya.
Pemerintah juga akan terus mendorong program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini diharapkan dapat membuka pasar domestik baru dan mendorong konsumsi pangan lokal.
Impor Harus Seimbang dengan Ekspor
Presiden juga menekankan pentingnya menjaga neraca perdagangan. Jika Indonesia mengekspor ke satu negara, maka perlu juga menyesuaikan impornya dari negara tersebut, selama sesuai kebutuhan.
Arief menegaskan bahwa semua keputusan berbasis pada data dan melibatkan banyak pihak. βNeraca pangan disusun bersama kementerian dan pelaku usaha. Semua angka sudah dihitung secara transparan,β tuturnya.
Perlindungan Petani dan Akurasi Data Jadi Fokus
Kebijakan impor pemerintah bukan untuk membuka keran seluas-luasnya. Justru sebaliknya, data digunakan untuk membatasi dan mengatur agar tidak merugikan pelaku usaha dalam negeri.
βIni semua demi perlindungan petani dan peternak. Kita ingin impor hanya dilakukan bila benar-benar dibutuhkan,β tutup Arief.
(spy)