IPW Kritik Kejagung: Penetapan Tersangka Jurnalis JakTV Dinilai Ancaman bagi Kebebasan Pers

Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) mengecam tindakan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan Direktur Pemberitaan JakTV dan dua advokat sebagai tersangka. Mereka dituduh menghalangi proses penyidikan (obstruction of justice) dalam kasus korupsi timah dan importasi gula.

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menilai penetapan ini sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers dan hak berpendapat. Menurutnya, langkah Kejagung tersebut berbahaya dan menciptakan iklim ketakutan di dunia jurnalistik.

Penetapan tersangka ini diumumkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar. Ia menyatakan bahwa para tersangka, yaitu advokat MS, JS, dan jurnalis JakTV TB, terlibat dalam permufakatan jahat untuk menggagalkan penanganan perkara korupsi.

Mereka disebut memproduksi konten yang menyudutkan Kejagung melalui pemberitaan, podcast, talkshow, serta mendanai demonstrasi. Semua kegiatan tersebut diduga sebagai upaya untuk memengaruhi opini publik dan menghambat proses hukum yang sedang berjalan.

Menanggapi hal ini, Sugeng menegaskan bahwa kebebasan pers dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara dan tidak dapat dikekang.

β€œLangkah Kejagung ini sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi. Pers memiliki peran penting untuk mengawasi dan menyuarakan kepentingan publik,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

IPW juga mengingatkan bahwa penyelesaian atas keberatan terhadap produk jurnalistik harus dilakukan melalui Dewan Pers. Hal ini sesuai dengan Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/VII/2017.

β€œJurnalis yang menjalankan tugasnya sesuai kode etik dan UU Pers tidak dapat dikenai sanksi pidana. Ini adalah perlindungan yang diberikan oleh negara,” tegas Sugeng.

Lebih lanjut, IPW menyebut tindakan Kejagung sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menjamin kebebasan setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Sugeng menyatakan bahwa perbedaan pendapat, termasuk kritik terhadap lembaga negara, adalah bagian dari demokrasi. Menurutnya, tidak seharusnya pendapat yang disampaikan dalam forum diskusi, seminar, atau media sosial dianggap sebagai kejahatan.

β€œPenyampaian pendapat, apalagi yang berbasis data dan argumentasi akademis, harus dihargai, bukan dipidanakan,” tegasnya.

IPW menegaskan bahwa narasi yang dianggap negatif oleh Kejagung justru harus dipahami sebagai bentuk kontrol publik terhadap kinerja lembaga negara. Negara yang demokratis, kata Sugeng, harus membuka ruang untuk perbedaan pandangan. (IfkO)

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *