Jakarta — Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa sejarah penjajahan Indonesia oleh Belanda selama 350 tahun perlu ditinjau ulang. Ia menilai narasi tersebut tidak sepenuhnya akurat dan berpotensi menutupi fakta penting mengenai perlawanan rakyat Indonesia sepanjang masa kolonial.
Pernyataan itu disampaikan Fadli saat menghadiri agenda kebudayaan di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (6/5) malam. Menurutnya, selama periode tersebut banyak daerah yang aktif melawan penjajahan, sehingga istilah “350 tahun dijajah” tidak mencerminkan semangat perjuangan bangsa.
Ia mencontohkan perlawanan yang terjadi di Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, hingga Perang Diponegoro di Pulau Jawa. Fadli menyebutkan bahwa beberapa daerah bahkan melakukan perlawanan selama puluhan hingga ratusan tahun.
Karena itu, ia menekankan perlunya perubahan sudut pandang dalam menyusun narasi sejarah Indonesia. Penekanan harus diberikan pada semangat perlawanan, bukan pada lamanya masa penjajahan. Bagi Fadli, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan para pendahulunya.
Politisi Partai Gerindra itu mengungkapkan, banyak masyarakat Indonesia belum memahami sejarah bangsanya sendiri. Padahal, kata dia, sejarah adalah cermin untuk melihat jati diri dan arah masa depan bangsa. Ia mengingatkan pesan Presiden pertama RI Soekarno agar rakyat Indonesia tidak melupakan sejarah, atau yang dikenal dengan semboyan “Jas Merah”.
Dalam proses penulisan ulang sejarah nasional ini, Fadli menyatakan bahwa pemerintah akan menyajikan rangkaian sejarah mulai dari era prasejarah hingga modern secara lebih utuh dan proporsional. Ia menekankan bahwa sejarah tidak boleh dipersempit hanya pada aspek kolonialisme, melainkan harus mencakup seluruh dimensi perjuangan rakyat.
Fadli menegaskan bahwa proyek penulisan ulang sejarah ini ditargetkan rampung sebelum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80 pada 17 Agustus 2025. Ia berharap revisi ini dapat memperkuat semangat nasionalisme generasi muda dan membentuk pemahaman yang lebih kritis terhadap masa lalu bangsa.
Ia juga menanggapi kritik yang menyebut upaya ini sebagai pengaburan sejarah. Fadli membantah tudingan tersebut dan menyebut bahwa mengkaji ulang sejarah adalah langkah ilmiah yang wajar dilakukan oleh bangsa yang terus tumbuh.
Menurutnya, tidak ada yang perlu ditakutkan dari sejarah. Justru, dari sejarah itulah bangsa Indonesia bisa memahami siapa dirinya dan bagaimana membentuk masa depan yang lebih baik.
(enz)
