Yogyakarta — Pemerintah Inggris kembali menunjukkan komitmennya terhadap pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Kali ini, Inggris menggelontorkan dana hibah sebesar USD 7,27 juta untuk mendukung program Perhutanan Sosial di Tanah Air.
Dana tersebut disalurkan melalui proyek Sustainable Landscape Investment Partnership in Indonesia atau KIBAR. Proyek ini menjadi bagian dari upaya Indonesia mencapai target FOLU Net Sink 2030, yaitu kondisi ketika sektor kehutanan dan penggunaan lahan menyerap emisi karbon lebih banyak daripada yang dilepaskan.
Peluncuran proyek KIBAR merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Inggris melalui UK FCDO, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dan Global Green Growth Institute (GGGI). Tujuan utamanya adalah memperkuat peran perhutanan sosial dalam pengurangan deforestasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Menteri KLHK, Raja Juli Antoni, menilai kerja sama ini menjadi langkah strategis dalam mengembangkan ekonomi lokal. Melalui pengelolaan hutan secara lestari, masyarakat bisa meningkatkan produktivitas usaha berbasis sumber daya hutan, (6/5/2025).
Ia juga menekankan pentingnya kelembagaan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) sebagai penggerak utama program ini.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, G.K.P.A.A. Paku Alam X, menyebut bahwa perhutanan sosial di wilayahnya telah menjadi pendekatan konkret sejak 2007. Program ini tidak hanya menjawab tantangan lingkungan, tetapi juga memperkuat nilai ekonomi dan sosial berbasis kearifan lokal.
Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto, menjelaskan bahwa proyek KIBAR akan mengembangkan pembiayaan inovatif berbasis skema blended finance. Salah satunya melalui Fasilitas Dana Bergulir (FDB) untuk memastikan pembiayaan sektor kehutanan tetap berkelanjutan. Menurutnya, pendekatan berbasis Natural Capital Assets memberi peluang besar bagi usaha masyarakat yang inklusif dan berorientasi jangka panjang.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, mengungkapkan kebanggaannya atas kontribusi negaranya dalam mendukung Indonesia mewujudkan ekonomi hijau. Ia menekankan bahwa perhutanan sosial merupakan elemen penting dalam menciptakan keadilan iklim dan kesejahteraan masyarakat.
Proyek KIBAR akan dilaksanakan di tujuh provinsi prioritas: Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, DIY, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. DIY menjadi salah satu fokus karena keberhasilannya mengembangkan model perhutanan sosial partisipatif.
Yogyakarta juga akan menerapkan pendekatan Integrated Forest Farming Development (IFRD), dengan model Wana Tematik. Model ini meliputi Wana Boga (pangan), Wana Husada (kesehatan), Wana Kriya (kerajinan), dan Wana Wisata (ekowisata). Tujuannya untuk memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi desa.
Country Representative GGGI Indonesia, Rowan Fraser, menyatakan GGGI akan terus mendorong investasi hijau dan penguatan ekosistem lewat kolaborasi lintas sektor. Ia menegaskan bahwa kemitraan yang terbangun lewat proyek KIBAR menjadi model kerja sama berkelanjutan.
Acara peluncuran proyek juga dirangkai dengan kunjungan ke lokasi Perhutanan Sosial di Kabupaten Gunung Kidul. Para peserta belajar langsung dari praktik pengelolaan hasil hutan bukan kayu dan sistem agroforestri. Kedua pendekatan ini terbukti mampu menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. (saj)