Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong budidaya rajungan untuk mengatasi lonjakan permintaan pasar ekspor dan menjaga kelestarian sumber daya laut.
Permintaan rajungan dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa terus meningkat. Pada tahun 2024, rajungan menjadi komoditas ekspor perikanan keempat terbesar Indonesia. Nilainya mencapai USD 513,35 juta atau setara 8,6% dari total ekspor perikanan nasional.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, menjelaskan bahwa budidaya rajungan adalah langkah penting untuk menjaga keseimbangan antara ekonomi dan ekosistem.
“Budidaya rajungan adalah langkah strategis agar ekosistem tetap terjaga, sekaligus mendukung kestabilan ekonomi masyarakat pesisir,” kata Tb Haeru dalam siaran resmi KKP di Jakarta, Senin (12/5).
Budidaya dianggap penting karena penangkapan berlebih di alam dapat mengancam populasi rajungan. Oleh sebab itu, KKP juga aktif melakukan restocking atau penebaran kembali rajungan ke alam.
Salah satu langkah nyata adalah kerja sama KKP dengan Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI). Melalui Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, KKP memberikan pendampingan teknis kepada APRI dalam hal pembenihan rajungan.
Selama setahun terakhir, kolaborasi ini berhasil melewati fase kritis pembenihan rajungan. Fase penting tersebut adalah peralihan dari zoea ke megalopa, yang memerlukan kualitas air, pakan, dan nutrisi yang optimal.
Setelah mencapai tahap crablet, benih rajungan masuk ke proses grading untuk memastikan kualitas dan tingkat kelangsungan hidupnya.
Hasil kolaborasi ini sangat menggembirakan. Sebanyak 250 ribu ekor crablet telah dilepas ke perairan Situbondo untuk memperkuat populasi rajungan di alam.
Menurut Board of Director APRI, Wita Setioko, budidaya rajungan memiliki potensi besar dalam mendukung ekonomi biru Indonesia. “Budidaya rajungan dengan teknologi pembenihan menjadi peluang menjanjikan menuju ekonomi biru yang berkelanjutan,” ujarnya.
Kepala BBPBAP Jepara, Supito, menambahkan bahwa target kolaborasi ini adalah agar unit hatchery milik APRI bisa memproduksi crablet secara rutin.
BBPBAP Jepara sendiri telah mengembangkan pembenihan rajungan sejak 2004. Sejak 2016, balai ini telah memproduksi sekitar 3,5 juta crablet. Seluruhnya didistribusikan ke kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) di berbagai daerah, seperti Jepara, Demak, Pati, Lamongan, Pangandaran, Cilacap, Brebes, Pekalongan, dan Semarang. (sup)