Infokotaonline.com, Pekalongan, 24 Juni 2025 β Kepala Desa Ambokembang, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, diduga melakukan pungutan liar (pungli) sebesar Rp50 juta kepada seorang pengembang kaplingan. Dugaan ini menuai kecaman dari warga, yang menilai praktik semacam ini mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.
Informasi yang dihimpun dari sumber terpercaya menyebutkan bahwa pengembang tersebut tengah mengurus perizinan dan dokumen pengurugan lahan pertanian produktif yang hendak dikapling. Dalam proses itu, Kepala Desa Adiatma diduga meminta dana sebagai bentuk “kontribusi” untuk memuluskan pengurusan dokumen dan βpengondisianβ kepada masyarakat serta tokoh setempat.
βUangnya diminta untuk pengondisian masyarakat dan tokoh desa. Jumlahnya Rp50 juta,β ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Pengembang akhirnya menyerahkan dana tersebut karena khawatir proyek kaplingan terhambat. Praktik ini dinilai sebagai pungutan liar karena tidak memiliki dasar hukum dan menambah beban pengusaha.
Menanggapi tudingan tersebut, Kades Ambokembang, Adiatma, mengakui telah menerima uang namun membantah jumlahnya sebesar Rp50 juta. βSaya hanya menerima Rp25 juta, itu pun sudah dibagikan kepada warga yang terdampak pembangunan sawah,β ujarnya saat dikonfirmasi wartawan.

Pernyataan tersebut justru menambah kecurigaan publik. Warga menilai uang itu tidak disalurkan secara transparan, serta mempertanyakan legalitas penggunaan dana untuk kepentingan masyarakat tanpa mekanisme resmi.
Aktivis antikorupsi setempat mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan menyelidiki kasus ini. βJika memang terbukti ada unsur pungli, Kades harus diberi sanksi tegas. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap institusi desa,β kata seorang pengamat hukum.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan pungli di lingkungan pemerintah desa di Kabupaten Pekalongan. Situasi ini menunjukkan lemahnya pengawasan dalam pengelolaan perizinan lahan, terutama pada alih fungsi sawah menjadi lahan perumahan.
Warga berharap pihak berwenang, mulai dari inspektorat hingga kejaksaan, dapat melakukan penyelidikan dan penindakan secara objektif. Di sisi lain, pemerintah daerah juga diminta memperketat regulasi dan pengawasan terhadap pengurusan izin pembangunan, terutama di lahan produktif.

βKami tidak anti pembangunan, tapi jangan sampai terjadi praktik curang yang merugikan masyarakat dan merusak tata kelola desa,β ujar warga lainnya.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa reformasi birokrasi di tingkat desa masih sangat dibutuhkan. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik harus terus didorong agar tata kelola desa menjadi lebih bersih dan berkeadilan.
(S.A.R)