Infokotaonline.com, Pekanbaru, Riau, 6 Juli 2025 – Tradisi Pacu Jalur dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, mendadak mendunia berkat aksi seorang bocah penari cilik yang viral lewat tren aura farming. Sosok bocah itu adalah Ryan Arkandika atau akrab disapa Dika, yang kini duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar.
Nama Dika mencuat setelah videonya menari dengan penuh semangat di atas jalur—perahu panjang khas Pacu Jalur—mendapat perhatian luas. Tak hanya viral di dalam negeri, gaya tarian Dika bahkan menginspirasi sejumlah pesohor dunia, termasuk pemain sepak bola klub Paris Saint-Germain (PSG), untuk menirukannya.
Dalam sebuah wawancara singkat yang viral di media sosial, Dika mengaku telah dua tahun menjadi penari jalur. Di balik aksi lincahnya, tersimpan cita-cita mulia: kelak ia ingin menjadi seorang tentara. Namun kini, aksinya justru menjadikannya simbol budaya lokal yang mendunia.
Fenomena aura farming, istilah yang mendeskripsikan “menanam dan memanen aura” atau semangat yang terpancar dari gerakan dan ekspresi, menjadi viral berkat gerakan energik Dika di atas jalur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aura diartikan sebagai energi atau sinar yang memancar dari seseorang atau benda, dan istilah farming identik dengan proses bercocok tanam yang penuh ketekunan—dua makna ini digabungkan untuk menggambarkan pesona yang dipancarkan Dika lewat tariannya.
Pacu Jalur sendiri merupakan tradisi warisan leluhur masyarakat Kuansing yang digelar setiap tahun. Festival ini tak hanya mempertontonkan adu cepat perahu panjang, tapi juga menjadi ajang pelestarian budaya, pemersatu warga kampung, dan refleksi nilai spiritual serta kebersamaan.
Puncak Festival Pacu Jalur 2025 dijadwalkan berlangsung pada Agustus mendatang di Sungai Kuantan. Namun gaungnya telah menggema sejak awal tahun, terutama setelah sejumlah pertunjukan budaya digelar dalam rangkaian Car Free Day (CFD) di Kota Pekanbaru.

Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, yang turut hadir dalam acara CFD, menyatakan kekagumannya terhadap tren aura farming dan dampak positifnya terhadap pelestarian budaya lokal.
“Pacu Jalur ini bukan hanya hiburan, tapi media edukasi dan pemersatu masyarakat. Energi kolektif dalam tradisi ini sejalan dengan semangat kebangsaan,” ujar Irjen Herry.
Ia menambahkan, kehadiran budaya lokal di ruang publik membuktikan bahwa warisan leluhur tak harus disimpan di museum atau upacara tertutup, tapi bisa dihidupkan kembali dalam kemasan yang kreatif dan membumi.
Fenomena ini pun menjadi pelajaran penting di tengah arus modernisasi: bahwa budaya lokal tak lekang oleh waktu, selama terus dirayakan dan diwariskan lintas generasi.
(Sep)