Infokotaonline.com, Batang – Anggota DPR RI Rizal Bawazier menunjukkan kepeduliannya terhadap anak-anak penyandang thalasemia dengan mengajak mereka berlibur ke Desa Wisata (Deswita) Pandansari, Kabupaten Batang, pada Sabtu (12/7/2025). Kegiatan bertajuk “Dolan Bareng Anak Thalasemia” ini digelar bekerja sama dengan Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalasemia Indonesia (POPTI) Kabupaten Batang.
Puluhan anak terlihat gembira saat menjajal wahana outbound dan tubing di lokasi wisata alam tersebut. Menurut Rizal, momentum ini diharapkan dapat menyegarkan semangat anak-anak yang selama ini lebih banyak beraktivitas di rumah sakit.
“Alhamdulillah kita bisa berkumpul bersama anak-anak penyandang thalasemia untuk menikmati suasana berbeda di Pandansari. Ini bagian dari perhatian kami terhadap kualitas hidup mereka,” ujar Rizal.
Tak hanya menghibur, Rizal juga mendengarkan aspirasi para penyandang thalasemia, khususnya yang telah beranjak dewasa dan ingin mandiri secara ekonomi. Menyadari keterbatasan fisik yang dihadapi mereka, Rizal mendorong pelatihan UMKM sebagai solusi agar mereka tetap produktif.
“Daripada dipaksakan bekerja di sektor formal yang berat, lebih baik kita fasilitasi pelatihan wirausaha. Ini jalan untuk tetap mandiri, dan juga mencegah risiko medis jika mereka menikah dengan sesama penyandang,” tegasnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Anak RSUD Batang, dr. Tan Evi Susanti, turut memberikan edukasi terkait thalasemia. Ia menjelaskan bahwa thalasemia merupakan penyakit genetik, namun tidak menular. Pencegahannya hanya bisa dilakukan lewat skrining pranikah.
“Jangan sampai pasangan yang sama-sama pembawa sifat thalasemia menikah. Karena jika itu terjadi, kemungkinan besar anak mereka akan menjadi penderita thalasemia mayor,” jelas Evi.
Ia merinci, dari total 41 penyandang thalasemia di Batang, terdapat 23 anak-anak dan 18 orang dewasa. Meski ada penambahan kasus, namun pertumbuhannya kini cenderung melambat berkat program “Zero Thalasemia” yang digencarkan pemerintah daerah.
“Upaya skrining pranikah sudah dilakukan. Tujuannya agar calon pengantin tahu status thalasemianya sebelum menikah,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Evi menyebut bahwa kemajuan teknologi medis turut meningkatkan harapan hidup penyandang thalasemia. Jika sebelumnya penderita hanya mampu bertahan hingga usia 3 tahun, kini mereka bisa hidup hingga usia lanjut, bahkan melewati 60 tahun, dengan catatan mendapat terapi yang tepat.
“Dengan transfusi darah rutin, terapi kelasi besi, dan deteksi dini, kualitas hidup penderita bisa meningkat drastis. Bahkan mereka bisa tumbuh lebih cerdas dan aktif,” pungkasnya.
(war)