Infokotaonline.com, Pekalongan – DPRD Kabupaten Pekalongan menaruh perhatian serius terhadap penderitaan warga pesisir Kecamatan Tirto akibat banjir rob yang berkepanjangan. Demi percepatan penyelesaian, legislatif daerah kini mengawal ketat proses pembebasan lahan—termasuk lahan musnah—untuk pembangunan Bendung Gerak di Desa Jeruksari.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan, Sumar Rosul, menegaskan pentingnya percepatan pembebasan lahan dalam rapat koordinasi lintas instansi yang digelar Rabu (23/7/2025). Rapat dihadiri oleh perwakilan BPN, DPU Taru, Camat Tirto, Kepala Desa Jeruksari, anggota Komisi A DPRD, serta sejumlah pihak teknis lainnya.
“Alhamdulillah, rapat rutin bulanan terkait pembebasan lahan musnah melalui skema kerohiman kembali digelar. Progresnya terus kami kawal agar pembangunan Bendung Gerak segera terlaksana,” kata politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Pembangunan Bendung Gerak di Jeruksari menjadi bagian penting dalam penanganan rob yang telah melanda enam desa di Kecamatan Tirto selama lebih dari satu dekade. Wilayah terdampak meliputi Jeruksari, Tegaldowo, Mulyorejo, Karangjompo, Sepacar Timur, dan Samborejo. Dampaknya bahkan merambah ke wilayah Kota Pekalongan, seperti Pabean, Jeruksari Kota, Kramatsari, Bandengan, hingga sebagian wilayah Kraton.
Sumar menjelaskan bahwa kategori tanah musnah merujuk pada lahan yang telah kehilangan bentuk fisiknya akibat peristiwa alam—seperti rob—sehingga tak bisa lagi dimanfaatkan sebagaimana mestinya. “Kondisinya sangat parah. Bentuk tanahnya sudah seperti laut, kedalaman air di beberapa titik bahkan mencapai tiga meter,” ujarnya prihatin.
Sebagai bentuk keseriusan, Pemkab Pekalongan telah mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk skema kerohiman, sesuai regulasi terbaru. Langkah-langkah teknis seperti pembentukan tim penilai (appraisal), penetapan lokasi, hingga sosialisasi kepada pemilik lahan sedang berlangsung.
“Jumat ini kami akan gelar pertemuan lanjutan bersama para pemilik lahan untuk menyamakan persepsi terkait nilai ganti kerohiman,” imbuhnya.
Tak hanya mengandalkan skema kekeluargaan, DPRD juga membuka kemungkinan memakai payung hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Alternatif lainnya adalah melalui mekanisme konsinyasi lewat pengadilan, jika kesepakatan tidak tercapai.
“Kami tetap berharap semuanya bisa diselesaikan secara musyawarah. Namun jika terpaksa, konsinyasi bisa jadi jalan tengah, agar tidak berlarut,” ujar Sumar.
DPRD menargetkan seluruh proses pembebasan lahan, baik musnah maupun tidak, tuntas sebelum akhir September 2025.
“Kami mohon dukungan masyarakat agar proses ini berjalan lancar. Rob yang terus terjadi telah menimbulkan kerugian besar, baik secara material maupun psikologis. Jalan-jalan rusak, rumah terendam, dan kehidupan warga sangat terganggu,” pungkasnya.
(war)
