Kebijakan Blokir Rekening Dormant Dinilai Langgar Hak Warga dan Ganggu Ekonomi

Infokotaonline.com, Jakarta β€” Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening dormant atau rekening tidak aktif selama lebih dari tiga bulan menuai kritik tajam dari sejumlah kalangan. Langkah tersebut dinilai tidak hanya melanggar hak finansial warga negara, tetapi juga berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi, terutama di kalangan masyarakat rentan.

Peneliti lembaga riset The PRAKARSA, Ari Wibowo, menegaskan bahwa pemblokiran sepihak atas rekening tidak aktif merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak konstitusional. Ia menyebut kebijakan itu tidak berdasar secara hukum jika tidak disertai indikasi tindak pidana.

β€œPemblokiran tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi finansial warga negara dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional,” tegas Ari dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/8/2025).

Menurut Ari, PPATK memang memiliki wewenang untuk melakukan pemblokiran dalam konteks pencegahan tindak pidana, seperti pencucian uang atau pendanaan terorisme. Namun, status rekening tidak aktif tidak dapat menjadi dasar hukum yang sah untuk melakukan blokir tanpa adanya indikasi pelanggaran pidana.

Lebih lanjut, Ari menyebut kebijakan ini juga bertentangan dengan berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Peraturan PPATK Nomor 18 Tahun 2017 Pasal 12 ayat (2), serta Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023 Pasal 53 ayat (4). Ketiga aturan tersebut mengatur bahwa pemblokiran rekening harus didasarkan pada dugaan kuat atas tindak pidana.

Kritik senada disampaikan oleh Ekonom The PRAKARSA, Roby Rushandie. Ia menilai bahwa kebijakan blokir rekening dormant tanpa kajian mendalam sangat merugikan masyarakat, khususnya kelompok lansia, pekerja informal, hingga pensiunan yang tidak aktif bertransaksi secara digital atau elektronik.

β€œBanyak masyarakat di pedesaan yang terdampak karena keterbatasan infrastruktur digital. Mereka bisa saja dianggap tidak aktif, padahal masih membutuhkan rekening tersebut,” ujar Roby.

Roby menilai pemerintah perlu mengevaluasi kembali regulasi dan prosedur PPATK secara menyeluruh. Ia menekankan pentingnya mengedepankan prinsip keadilan dan perlindungan hukum dalam setiap kebijakan, termasuk keharusan adanya putusan pengadilan sebelum pemblokiran dilakukan.

Ia juga mendorong PPATK dan perbankan agar lebih selektif dalam menilai rekening dormant. β€œRekening sebaiknya diklasifikasi berdasarkan tingkat risiko penyalahgunaannya. Harus ada pemberitahuan resmi kepada pemilik rekening sebelum dilakukan pemblokiran, serta mekanisme reaktivasi yang tidak menyulitkan,” jelasnya.

Kebijakan blokir massal atas rekening tidak aktif ini memicu kekhawatiran meluas, mengingat potensi dampaknya terhadap perputaran uang masyarakat.

(csw)

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *