Infokotaonline.com, Pati β Sekitar 100 ribu warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, memadati Alun-alun Pati, Rabu (13/8), menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya. Aksi ini merupakan puncak kemarahan publik atas sederet kebijakan kontroversial, termasuk kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen yang memicu gelombang protes besar-besaran.
Koordinator aksi, Supriyono, menegaskan bahwa tuntutan warga tidak lagi sebatas pembatalan kenaikan pajak, melainkan pencopotan Sudewo dari kursi bupati. βSudewo harus mengundurkan diri secara kesatria atau dilengserkan secara paksa oleh masyarakat,β ujarnya di hadapan massa.
Ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan bahwa pemberhentian kepala daerah dapat dilakukan melalui dua jalur: pemakzulan oleh DPRD atau sanksi langsung dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas pertimbangan gubernur. βJika Mendagri menilai tindakan bupati mengganggu ketertiban umum, pemberhentian bisa dilakukan secepatnya,β katanya.
Sejak dilantik Februari lalu, Sudewo tercatat membuat lebih dari 20 kebijakan yang menuai penolakan. Selain kenaikan PBB, ia juga memecat 220 tenaga honorer RSUD RAA Soewondo tanpa pesangon, menerapkan sistem lima hari sekolah, melakukan regrouping sekolah, dan membubarkan posko donasi aksi demo.
Kemarahan publik semakin memuncak ketika pernyataan Sudewo yang terkesan βmenantangβ massa menjadi viral. Dalam video yang beredar, ia menyatakan tidak gentar meski didemo puluhan ribu orang. βSilakan demo, jangan cuma 5 ribu, 50 ribu pun saya tidak gentar,β ucapnya saat itu.
Meski kemudian Sudewo meminta maaf dan membatalkan kenaikan PBB pada 8 Agustus, gelombang protes tak surut. Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menegaskan aksi akan terus berlanjut hingga bupati lengser. βTidak ada ruang negosiasi,β tegas inisiator aksi, Ahmad Husein.
Sementara itu, DPRD Kabupaten Pati akhirnya merespons dengan menggelar sidang pleno untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terkait pemakzulan Sudewo. Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mengingatkan bahwa penyampaian pendapat adalah hak warga, namun harus dilakukan sesuai hukum tanpa tindakan anarkis.
Aksi yang berlangsung di sekitar Alun-alun dan Pendopo Pati sempat ricuh. Massa melempari gerbang kantor bupati dengan botol air mineral dan sandal, berupaya menerobos masuk, bahkan membakar kendaraan polisi. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Sedikitnya 40 orang, termasuk beberapa aparat, mengalami luka-luka, namun tidak ada korban jiwa.
(war)