Infokotaonline.com
Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti kinerja perbankan nasional yang dinilai kurang agresif dalam menyalurkan kredit ke sektor riil. Ia menyebut perbankan selama ini cenderung mencari cara mudah dengan menempatkan dana pada instrumen aman, tanpa perlu banyak usaha namun tetap meraih keuntungan besar.
Pernyataan itu disampaikan seusai rapat dengan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Selasa (16/9/2025). Purbaya menegaskan, pemerintah telah menyalurkan dana menganggur sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke lima bank milik pemerintah untuk mendorong peningkatan pembiayaan.
“Pada dasarnya saya suruh mereka berpikir. Mereka orang-orang pintar, hanya selama ini malas karena bisa menaruh dana di tempat aman, tidak ngapa-ngapain, dapat spread cukup, untung besar,” ujar Purbaya.
Penempatan dana pemerintah tersebut tidak bisa lagi digunakan bank untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN). Dengan begitu, para petinggi bank didorong untuk mencari proyek-proyek produktif yang dapat memberikan imbal hasil sekaligus mendorong pergerakan ekonomi.
“Mungkin biasanya mereka setiap Sabtu-Minggu main golf. Sekarang dengan uang itu mereka harus berpikir lebih keras. Harusnya berbasis pasar, mencari proyek yang memberikan return tertinggi dan paling aman. Kalau proyek top sudah habis, pasti akan timbul kompetisi antarbank,” tegasnya.
Selain memaksa bank menyalurkan kredit lebih agresif, kebijakan tersebut diyakini akan menekan suku bunga. Dengan likuiditas yang melimpah, bank didorong menurunkan bunga pinjaman agar uang cepat bergulir ke sektor riil.
“Uang yang mereka miliki kalau belum masuk ke bank akan ditempatkan di pasar. Jadi likuiditas perbankan akan bertambah signifikan. Saya injeksi di titik tertentu, lalu menyebar ke sistem dengan cepat,” jelasnya.
Data Bank Indonesia menunjukkan, pertumbuhan kredit perbankan masih berjalan lambat. Per Juni 2025, kredit hanya tumbuh 7,77% secara tahunan (year on year/yoy), turun dibandingkan Mei 2025 yang tumbuh 8,43% (yoy). Realisasi ini masih di bawah target pertumbuhan kredit BI tahun ini sebesar 8–11%.
Di sisi lain, perbankan justru gencar menempatkan dana pada surat berharga. Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) mencatat, posisi dana bank pada surat berharga mencapai Rp2.266,64 triliun per Mei 2025. Angka itu naik 1,9% dari Desember 2024 yang sebesar Rp2.222,61 triliun. Secara tahunan, penempatan dana bank di surat berharga meningkat 4,42% dari Rp2.170,64 triliun pada Mei 2024.
Menurut Purbaya, tren tersebut menunjukkan perbankan lebih memilih instrumen aman ketimbang mendukung sektor riil. Padahal, sektor riil membutuhkan pembiayaan agar mampu menciptakan lapangan kerja, mendorong investasi, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
“Kalau hanya mencari aman, bank tidak berkontribusi optimal untuk perekonomian. Penempatan dana pemerintah ini menjadi stimulus agar mereka berani mengambil peran lebih besar,” tutup Purbaya.
(csw)
