Pekalongan, 17 September 2025- Pada Sabtu dan Minggu, 13–14 September 2025, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah (Arpusda) Kabupaten Pekalongan menggelar Bimbingan Teknis Literasi Informasi di Mini Teater Gedung Depot Arsip.
Acara ini terselenggara berkat dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) Perpustakaan Nasional. Dua hari penuh, para pegiat literasi, mahasiswa, dan pengelola perpustakaan diajak menggali lebih dalam tantangan literasi informasi di era digital.Literasi dari Keluarga hingga Diseminasi DataHari pertama dibuka dengan Dr. Galuh Kirana Sukirman, Bunda Literasi Kabupaten Pekalongan.
Ia menekankan bahwa literasi informasi sebaiknya dimulai dari keluarga, sejak anak-anak belajar membedakan cerita, berita, dan pengetahuan. Menurutnya, jika keluarga kuat dalam literasi, masyarakat akan lebih tahan terhadap hoaks.Sesi berikutnya diisi oleh Kursin, S.Sos., M.M, Pelatih Ahli Program TPBIS Perpustakaan Nasional RI.
Kursin menekankan pentingnya data dan diseminasi sebagai ujung dari literasi informasi. “Informasi tidak boleh berhenti di kepala kita. Ia harus diteruskan, dibagikan, dan membawa manfaat,” ujarnya.
Perpustakaan daerah, lanjutnya, harus menjadi hub yang mengolah dan menyebarkan informasi yang relevan bagi masyarakat. Data yang Tak Pernah Tidur dan Ancaman HoaksHari kedua menghadirkan tiga pembicara sekaligus.
Muhammad Burhan membuka sesi dengan menggambarkan fenomena data never sleep. Setiap detik, miliaran data mengalir di dunia digital. Di satu sisi, ini peluang untuk mengakses ilmu pengetahuan dengan cepat.
Namun di sisi lain, muncul ancaman baru: ledakan hoaks, kecemasan digital, dan budaya FOMO (Fear of Missing Out). Setelah itu, Muhamad Achyar menekankan keterampilan praktis dalam cek fakta. Para peserta diajak mencoba model cek fakta sebelum share berita, dia menyarankan selalu mencari sumber pembanding, hingga menelusuri klaim berita viral.
Banyak yang kemudian mengakui bahwa cek fakta ternyata mudah dilakukan jika tahu caranya. Isu Lokal, PISA, dan Filter BubbleSesi terakhir diisi oleh Yoga Rifai Hamzah, Ketua Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) Kabupaten Pekalongan, sekaligus Pendiri Rumah Baca Pintar Pekalongan dan Direktur Recommedia, sebuah lembaga yang kerap melakukan media monitoring dan manajemen isu.
Yoga membawa diskusi ke konteks lokal dengan data yang cukup menggelisahkan: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pekalongan masih di papan bawah Jawa Tengah.
Ia kemudian menyinggung data internasional: hasil PISA 2022 yang menempatkan Indonesia di peringkat 70 dari 81 negara dalam kemampuan membaca. “Angka ini bukan sekadar statistik. Ia menunjukkan kualitas literasi bangsa, dan dampaknya langsung terasa di tingkat lokal,” tegas Yoga.
Yang menarik, Yoga juga mengangkat fenomena filter bubble di media sosial. Algoritma platform digital memang membuat informasi terasa personal, tapi sekaligus mempersempit pandangan karena hanya menampilkan hal-hal yang ingin kita lihat. “Awalnya nyaman, tapi lama-lama berbahaya. Kita kehilangan perspektif lain yang penting untuk menjaga keseimbangan berpikir,” ujarnya.
Bagi Yoga, literasi informasi bukan hanya keterampilan teknis, melainkan juga persoalan etika dan tanggung jawab sosial. Ia mengajak perpustakaan, komunitas literasi, dan kampus untuk menjadi ruang alternatif di luar algoritma, ruang yang memberi sudut pandang beragam bagi masyarakat.
Pemaparan Yoga mendapat sambutan hangat. Mahasiswa melihat urgensi membangun kebiasaan cek fakta, sementara pegiat literasi menilai pentingnya memasukkan isu literasi informasi ke dalam program kerja komunitas.
Menutup dengan HarapanDua hari Bimtek ini terasa padat sekaligus mencerahkan. Dari Galuh yang menekankan keluarga, Kursin yang menyoroti diseminasi, Burhan yang membongkar derasnya arus data, Achyar yang mengajarkan cek fakta, hingga Yoga yang menghubungkan isu global dengan realitas lokal — semua berpadu dalam satu benang merah: literasi informasi adalah kunci masyarakat cerdas, kritis, dan tangguh.
Peserta pulang membawa bekal keterampilan baru sekaligus kesadaran untuk lebih hati-hati dalam bermedia. Tidak hanya menahan jempol sebelum membagikan sesuatu, tetapi juga berkomitmen menjadikan literasi informasi sebagai kebiasaan sehari-hari.
Acara Bimtek ini mungkin tidak serta-merta mengubah peringkat PISA atau angka IPM. Namun ia menyalakan api kecil: api kesadaran kolektif bahwa melawan hoaks dan menyebarkan kebenaran adalah tugas semua warga.Pengirim Berita Ahmad Ardabily
Jurnalis juga seorang Konsultan Pertanian.
