Pekalongan, Jawa Tengah, 29 September 2025 – Di tengah kesibukannya memberikan konsultasi pertanian, Handono Warih menyempatkan diri untuk memberikan edukasi mendalam mengenai ancaman bakteri Salmonella.
Kali ini, ia tidak hanya menyoroti bahaya dan pencegahan, tetapi juga “perilaku” bakteri ini yang perlu dipahami agar penanganan lebih efektif. “Kita seringkali hanya tahu bahwa Salmonella itu berbahaya, tapi jarang yang memahami bagaimana bakteri ini ‘berperilaku’,” ujar Handono memulai penjelasannya.
“Memahami perilaku Salmonella itu penting agar kita bisa selangkah lebih maju dalam mencegah kontaminasi.” Handono menjelaskan bahwa Salmonella adalah bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan manusia. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk hidup dan berkembang biak di berbagai lingkungan, baik di dalam maupun di luar tubuh manusia.
“Salah satu ‘perilaku’ Salmonella yang perlu diwaspadai adalah kemampuannya untuk membentuk biofilm,” jelas Handono. Biofilm adalah lapisan tipis yang terdiri dari kumpulan bakteri yang melekat pada permukaan dan terlindungi oleh matriks ekstraseluler.
“Biofilm ini membuat Salmonella menjadi lebih tahan terhadap desinfektan dan antibiotik,” lanjut Handono. “Artinya, membersihkan permukaan yang terkontaminasi Salmonella tidak cukup hanya dengan menyemprotkan desinfektan biasa. Kita perlu menggunakan metode pembersihan yang lebih agresif untuk menghilangkan biofilm ini.”
Selain itu, Salmonella juga memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam kondisi kering dalam waktu yang cukup lama. “Bakteri ini bisa bertahan hidup di permukaan yang kering selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan,” kata Handono.
“Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan memastikan semua permukaan kering dan bersih.” Handono juga menyoroti peran hewan sebagai reservoir Salmonella. “Banyak hewan, seperti unggas, sapi, dan babi, dapat membawa Salmonella tanpa menunjukkan gejala sakit,” jelasnya.
“Hewan-hewan ini dapat menjadi sumber kontaminasi jika tidak dikelola dengan baik.” Untuk mencegah kontaminasi Salmonella, Handono merekomendasikan beberapa langkah berikut:
Pencucian: Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama minimal 20 detik sebelum dan sesudah menyiapkan makanan. Pemisahan: Memisahkan makanan mentah dari makanan matang untuk mencegah kontaminasi silang. Pemasakan: Memasak makanan hingga suhu internal yang aman untuk membunuh bakteri Salmonella. Penyimpanan: Menyimpan makanan pada suhu yang tepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Pembersihan: Membersihkan dan mendesinfeksi semua permukaan yang kontak dengan makanan secara teratur.
“Memahami ‘perilaku’ Salmonella adalah langkah awal untuk mencegah kontaminasi,” tegas Handono. “Dengan pengetahuan yang tepat dan tindakan yang tepat, kita dapat melindungi diri sendiri dan orang lain dari ancaman bakteri ini.” Dengan wawasan yang lebih mendalam mengenai “perilaku” Salmonella, Handono Warih berharap agar masyarakat semakin waspada dan proaktif dalam menjaga keamanan pangan.
Dari Pekalongan, suaranya terus bergema, mengingatkan akan pentingnya edukasi dan tindakan nyata dalam melawan ancaman bakteri yang tak kasat mata.
‘Perilaku’ Salmonella: Suhu, Kunci Taklukkan Bakteri Biang Kerok Keracunan
Handono Warih, konsultan pertanian dari Pekalongan, tak henti-hentinya mengedukasi masyarakat tentang Salmonella, bakteri yang kerap menjadi dalang di balik keracunan makanan.
Kali ini, ia fokus membahas “perilaku” bakteri ini, terutama kaitannya dengan suhu, sebagai kunci utama dalam pencegahan. “Memahami Salmonella tak cukup hanya tahu bahayanya, tapi juga bagaimana ia ‘berperilaku’ terhadap suhu,” ujar Handono.
“Suhu adalah senjata utama kita untuk melawan bakteri ini.” Handono menjelaskan bahwa Salmonella memiliki zona nyaman suhu untuk berkembang biak, yaitu antara 4°C (40°F) hingga 60°C (140°F). Zona ini sering disebut sebagai “zona bahaya” (danger zone) dalam keamanan pangan.
“Dalam rentang suhu ini, Salmonella bisa berkembang biak dengan sangat cepat,” jelas Handono. “Oleh karena itu, penting untuk menjaga makanan di luar zona ini sebisa mungkin.” Lebih lanjut, Handono menekankan pentingnya memasak makanan hingga mencapai suhu internal yang aman untuk membunuh Salmonella. “Suhu internal minimal yang harus dicapai adalah 74°C (165°F),” tegasnya.
“Pastikan suhu ini tercapai di seluruh bagian makanan, terutama di bagian yang paling tebal.” Berikut adalah panduan suhu yang direkomendasikan oleh Handono untuk memasak berbagai jenis makanan: Daging Unggas (ayam, bebek, kalkun): 74°C (165°F)- Daging Sapi, Daging Babi, Daging Domba (giling): 71°C (160°F)- Daging Sapi, Daging Babi, Daging Domba (utuh): 63°C (145°F) (diamkan selama 3 menit setelah mencapai suhu ini)- Telur: 71°C (160°F) (hingga kuning dan putih telur mengeras)- Ikan: 63°C (145°F) (hingga daging mudah terkelupas dengan garpu)
Handono juga mengingatkan tentang pentingnya menyimpan makanan dengan benar untuk mencegah pertumbuhan Salmonella. “Makanan yang mudah rusak harus disimpan di lemari pendingin pada suhu 4°C (40°F) atau lebih rendah,” jelasnya.
“Makanan panas harus dijaga pada suhu 60°C (140°F) atau lebih tinggi.” Ia menambahkan, proses pendinginan makanan juga harus dilakukan dengan cepat. “Jangan biarkan makanan matang berada di suhu ruang lebih dari 2 jam,” kata Handono. “Jika suhu udara di atas 32°C (90°F), batasi waktu di suhu ruang hanya 1 jam.”
Untuk memastikan suhu makanan terjaga dengan baik, Handono merekomendasikan penggunaan termometer makanan. “Termometer makanan adalah alat yang sangat penting untuk mengukur suhu internal makanan dan memastikan bakteri Salmonella telah mati,” ujarnya.
“Dengan memahami ‘perilaku’ Salmonella terhadap suhu dan menerapkan praktik-praktik keamanan pangan yang tepat, kita dapat mengurangi risiko keracunan makanan secara signifikan,” pungkas Handono.
Dari Pekalongan, Handono Warih terus menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap keamanan pangan. Dengan penekanan pada pemahaman suhu yang tepat, ia memberikan kunci penting dalam menaklukkan Salmonella, bakteri biang kerok keracunan makanan.
har
Jurnalis juga seorang Konsultan Pertanian.
