Infokotaonline.com
Jakarta — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak akan diberi kewenangan sebagai penyidik dalam Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS). Pemerintah, kata dia, telah menuntaskan pembahasan rancangan regulasi tersebut dan memastikan tak ada pasal yang menempatkan unsur militer dalam proses penyidikan.
“Penyidik di sana tidak ada yang menyebut unsur TNI atau apa pun. Tidak ada,” ujar Supratman di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Supratman menilai, pelibatan TNI sebagai penyidik tidak relevan untuk diatur dalam RUU KKS. Ia menegaskan, ketentuan mengenai kewenangan penyidik dari unsur militer sudah diatur secara jelas dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan ketentuan itu, prajurit TNI hanya dapat bertindak sebagai penyidik bila pelaku tindak pidana merupakan anggota TNI.
“Isu krusial kemarin yang dipersoalkan adalah soal penyidik TNI. Itu tidak perlu diatur di RUU KKS. Kalau pelakunya TNI, otomatis penyidiknya TNI, karena sudah ada dasar hukumnya di KUHAP. Jadi tidak perlu lagi dicantumkan di undang-undang ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Supratman mengungkapkan bahwa pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber telah rampung di tingkat pemerintah. Ia menyebut, seluruh kementerian dan lembaga yang tergabung dalam panitia antarkementerian telah mencapai kesepakatan atas seluruh substansi rancangan undang-undang tersebut.
“Pemerintah sudah selesai membahas, semua isu termasuk soal penyidik sudah clear. Tidak ada lagi hal yang perlu diragukan dari RUU Ketahanan Siber ini,” ujarnya.
Menurut Supratman, draf RUU KKS saat ini sudah diserahkan ke Presiden untuk mendapatkan surat presiden (surpres) sebagai dasar pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
“Draf RUU KKS sudah kami ajukan ke Presiden. Rapat antarkementerian sudah selesai dipimpin oleh Wakil Menteri Hukum, dan sekarang tinggal menunggu surpres dikirim ke DPR. Saya tidak tahu kapan Presiden akan mengirimnya,” jelasnya.
Latar Belakang dan Urgensi RUU KKS
RUU Keamanan dan Ketahanan Siber merupakan inisiatif pemerintah yang bertujuan memperkuat perlindungan negara di ranah digital dari ancaman serangan siber, sabotase, dan kebocoran data. Regulasi ini diharapkan menjadi landasan hukum utama bagi penyelenggaraan keamanan siber nasional, termasuk penguatan peran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam menjaga infrastruktur digital strategis.
Sebelumnya, muncul perdebatan di ruang publik terkait potensi perluasan kewenangan militer dalam urusan keamanan siber. Namun, pernyataan Menkum HAM ini menegaskan bahwa RUU tersebut tetap berlandaskan prinsip supremasi sipil dan tidak menggeser fungsi TNI dari ranah pertahanan ke penegakan hukum.
Dengan selesainya pembahasan di pemerintah, RUU KKS kini tinggal menunggu giliran untuk dibahas di DPR. Bila disetujui, undang-undang ini akan menjadi salah satu pilar utama dalam sistem pertahanan siber nasional Indonesia di era digital.
(csw)
