Infokotaonline.com
Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid secara terbuka mengakui masih banyak persoalan dalam layanan pertanahan, mulai dari birokrasi panjang hingga praktik pungutan liar (pungli) yang masih ditemukan di sejumlah daerah. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Dalam paparannya, Nusron menyebut pemerintah sedang menggenjot pembenahan menyeluruh, terutama pada alur bisnis proses layanan pertanahan yang dinilai belum efisien. “Masih ada kekurangan, terutama bisnis proses yang berbelit-belit. Dan akibatnya, di sana-sini masih muncul unsur pungli. Ini sedang kita tertibkan,” ujarnya di hadapan anggota dewan.
Menurut Nusron, salah satu langkah strategis yang kini diprioritaskan adalah memperkuat digitalisasi layanan guna mengurangi interaksi langsung antara masyarakat dan petugas. Dengan semakin minim tatap muka, ruang bagi oknum untuk melakukan praktik pungli diharapkan dapat ditekan. “Digitalisasi adalah kunci karena semakin sedikit tatap muka, semakin kecil peluang penyimpangan,” tegasnya.
Nusron menjelaskan bahwa ATR/BPN memiliki total enam proses layanan utama. Hingga kini, tiga di antaranya sudah dibenahi dan mulai menggunakan pendekatan Service Level Agreement (SLA). Dua proses yang telah berjalan digital adalah hak tanggungan dan roya (penghapusan hak tanggungan), yang kini terintegrasi dalam layanan peralihan hak.
Melalui sistem baru ini, setiap permohonan yang masuk secara online akan langsung diproses sesuai batas waktu yang telah ditentukan. Jika petugas BPN tidak memberi respons dalam tujuh hari, sistem secara otomatis menganggap permohonan tersebut disetujui. “Dengan mekanisme ini, prosesnya jauh lebih sederhana dan tidak menyulitkan masyarakat,” kata Nusron.
Meski demikian, Nusron tidak menampik bahwa masih ada tiga layanan yang belum sepenuhnya dapat ditransformasi ke sistem digital, yakni pemberian hak baru, pemecahan sertifikat, dan penggabungan sertifikat. Ia menilai proses-proses tersebut masih membutuhkan pemeriksaan lapangan dan verifikasi fisik sehingga sulit sepenuhnya dilepaskan dari tatap muka.
“Pemberian hak baru memang membutuhkan pembuktian fisik, historis, dan yuridis. Karena itu, tahap ini masih harus dilakukan melalui tatap muka. Begitu juga dengan pemecahan dan penggabungan sertifikat. Namun kita berharap ke depan seluruh layanan bisa ikut bertransformasi,” jelasnya.
Nusron menegaskan bahwa reformasi layanan pertanahan menjadi salah satu prioritas kementerian yang ia pimpin. Ia ingin memastikan bahwa semua proses menjadi lebih cepat, transparan, dan bebas pungli. Pemerintah, lanjutnya, juga terus memaksimalkan pengawasan internal untuk mencegah praktik-praktik nakal dari oknum yang mencoreng citra lembaga.
Dengan pembenahan berkelanjutan dan percepatan digitalisasi, Nusron optimistis layanan pertanahan ke depan akan semakin mudah diakses masyarakat dan lebih bersih dari pungli. “Kami terus berkomitmen untuk memperbaiki diri. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang cepat, sederhana, dan pasti,” pungkasnya.
(csw)
