Infokotaonline.com
Palangka Raya – Proyek cetak sawah di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang digadang sebagai program strategis nasional menghadapi perlambatan serius. Hingga 21 September 2025, progres fisik baru mencapai 44 persen dari target, sementara realisasi anggaran Rp1,7 triliun baru terserap sekitar Rp455 miliar.
Wakil Gubernur Kalteng, H. Edy Pratowo, menegaskan perlunya kedisiplinan penyedia jasa konstruksi dalam melaporkan pekerjaan. Ia mengingatkan agar laporan progres tidak dimanipulasi.
“Kalau baru 70 persen, jangan dilaporkan 90 persen. Profesional artinya bekerja sesuai kontrak, dan pembayaran pun harus berdasarkan progres riil di lapangan,” tegas Edy, Kamis (25/9/2025).
Edy menambahkan, keberhasilan proyek ini menyangkut kepercayaan besar pemerintah pusat kepada Kalteng. “Jangan sampai kita gagal menjawab kepercayaan yang diberikan,” katanya.
Plt Kepala Dinas TPHP Kalteng, Rendy Lesmana, memaparkan realisasi fisik sebenarnya baru 33,74 persen atau sekitar 22 ribu hektare. Setelah adendum kontrak, capaian naik menjadi 44 persen. Dari jumlah itu, olah tanah baru 6,49 persen atau 4.200 hektare, sedangkan line clearing mencapai lebih dari 33 persen.
Dari sisi keuangan, serapan anggaran masih minim. “Baru Rp455 miliar dari total Rp1,7 triliun yang terealisasi. Kalau lambat, ada risiko dana dialihkan ke provinsi lain,” ujarnya.
Kabupaten Kapuas menjadi lokasi terluas dengan target 40 ribu hektare, disusul Pulang Pisau dengan 10 ribu hektare. Namun realisasi olah tanah di Kapuas baru 1.500 hektare dan di Pulang Pisau sekitar 1.400 hektare.
Direktur Jenderal Lahan dan Irigasi Pertanian, Dr. Ir. Hermanto, mengingatkan waktu penyelesaian tinggal 13 minggu. “Tidak mungkin dengan pola normal. Harus ada upaya ekstra. Kontrak wajib selesai tahun ini,” tegasnya. Ia juga menyoroti keterbatasan alat berat dan operator. “Kalau alat tidak segera ditambah, pekerjaan terancam mandek. Pembayaran pun tidak bisa dilakukan jika tidak ada progres,” katanya.
Sekretaris Itjen Kementan, Titi Latifah, menambahkan leveling baru 49 persen dan olah tanah 9 persen. Masih ada sekitar 22 ribu hektare yang harus rampung sebelum akhir tahun. “Artinya, tiap minggu minimal harus selesai 1.700 hektare. Jika tidak, target mustahil tercapai,” ungkapnya.
Titi juga menyoroti banyaknya alat berat yang menganggur akibat keterbatasan operator, BBM, dan traktor. Sementara itu, faktor cuaca juga menjadi ancaman. “Kalau November–Desember banjir datang sebelum pekerjaan tuntas, semua bisa sia-sia. Kita harus pastikan olahan tanah dan tanam selesai sebelum banjir,” tandasnya.
(des)
