Jakarta β Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan sikap tegas terhadap penetapan Direktur Pemberitaan JAK TV sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Mereka menilai langkah tersebut bisa mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Dalam siaran pers Kejaksaan Agung yang dirilis pada 22 April 2025, Direktur JAK TV ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap senilai lebih dari Rp478 juta.
IJTI menyatakan dukungan penuh terhadap upaya pemberantasan korupsi. Mereka menegaskan, siapa pun yang terlibat dalam korupsi harus diproses hukum secara transparan dan akuntabel.
Namun, mereka mempertanyakan dasar penetapan tersangka terhadap insan pers jika hal tersebut berkaitan dengan isi pemberitaan.
βJika penetapan tersangka didasarkan pada konten jurnalistik, maka hal ini bisa menjadi preseden berbahaya,β tulis IJTI dalam pernyataan resmi, Selasa (22/4/2025).
IJTI mengingatkan bahwa menyampaikan informasi bersifat kritis adalah bagian dari fungsi sosial pers. Ini dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Jika karya jurnalistik dianggap melanggar hukum, penanganannya wajib melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung proses pidana.
βKami khawatir tindakan ini bisa disalahgunakan untuk menjerat media yang kritis terhadap kekuasaan,β lanjut pernyataan tersebut.
Menurut IJTI, seharusnya Kejaksaan Agung terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers. Sebab, hanya lembaga ini yang berwenang menilai suatu karya jurnalistik dan potensi pelanggarannya.
Pendekatan represif terhadap jurnalis tanpa proses Dewan Pers dianggap melanggar prinsip demokrasi dan bisa menghambat kebebasan pers.
IJTI juga mengimbau semua jurnalis untuk terus menjunjung tinggi etika jurnalistik dan menjaga independensi. Di sisi lain, mereka meminta aparat hukum menghormati kemerdekaan pers.
βJurnalis bukan musuh penegakan hukum. Kami hanya menjalankan tugas sesuai mandat undang-undang,β tutup IJTI.
(Ti/spy)