Jakarta — Pemerintah pusat mendesak pengoperasian fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan di Jakarta Utara mulai Juni 2025, meskipun warga sekitar terus menyuarakan penolakan akibat pencemaran udara dari fasilitas tersebut. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa RDF Rorotan sangat penting untuk mengurangi tumpukan sampah di ibu kota.
“RDF Rorotan bisa mengolah 2.500 ton sampah setiap hari. Jika tidak beroperasi, maka sebanyak itu akan menumpuk setiap harinya,” ujar Hanif saat kunjungan ke RDF Rorotan, Senin (19/5). Ia datang bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto.
Namun warga masih belum menerima rencana operasional itu. Sejumlah keluhan terus muncul sejak masa uji coba. Warga melaporkan bau menyengat dan asap tebal yang mengepung permukiman. Mereka khawatir hal itu berdampak buruk pada kesehatan.
Akibat protes tersebut, Pemprov DKI sempat menghentikan sementara operasional RDF. Hanif mengatakan, persoalan bau bisa diatasi dengan memastikan sampah yang masuk adalah sampah baru dari TPS yang telah dipilah. “Sampah lama jangan masuk dulu. Kirim saja ke Bantar Gebang. Kalau dipilah, tidak akan menimbulkan bau,” ujarnya.
Hanif mengaku teknologi RDF Rorotan sudah siap digunakan dan berharap pengoperasian bisa dimulai sebelum akhir Mei. Ia juga mendorong agar pemerintah daerah segera mensosialisasikan rencana ini kepada warga.
Meski begitu, warga tetap merasa belum dilibatkan secara transparan. Wahyu Andre Maryono, Koordinator Forum Warga Peduli Kesehatan, menyatakan bahwa pihaknya belum mendapat informasi resmi terkait perbaikan pasca-protes. βKami belum tahu apa saja yang telah diperbaiki. Tidak ada penjelasan tertulis maupun lisan,β ujarnya.
Wahyu mendesak agar Menteri Lingkungan Hidup mengaudit seluruh proses izin dan uji coba RDF Rorotan. Ia juga meminta aparat penegak hukum KLHK menindak pihak yang lalai hingga menyebabkan pencemaran udara. “Uji coba RDF berulang kali menunjukkan sistemnya belum terbukti aman,” katanya.
Ia menambahkan, pemerintah harus menghormati nota kesepahaman tertanggal 21 Maret 2025, yang menyatakan operasional RDF ditunda sampai sistem pengendalian bau dan asap diperbaiki. Warga juga menuntut agar dilibatkan dalam uji coba lanjutan yang harus dilakukan secara bertahap.
Warga meminta agar setiap keputusan terkait RDF Rorotan melibatkan masyarakat terdampak, termasuk warga Bekasi yang juga terkena dampaknya. Mereka juga mendesak pemerintah menjalankan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2560 K/Pdt/2023 terkait pengendalian polusi udara Jakarta.
Di sisi lain, Walhi Jakarta menilai Menteri Lingkungan Hidup terlalu terburu-buru. βItu menandakan Menteri tidak memahami pengelolaan sampah secara menyeluruh. Solusinya bukan cuma musnahkan sampah,β kata Muhammad Aminullah dari Walhi Jakarta.
Menurut Aminullah, RDF hanya cocok diterapkan bila sistem pemilahan dan pengeringan sampah sudah baik. Di Jakarta, kondisi itu belum terpenuhi. Ia menegaskan bahwa pengoperasian RDF bisa menghasilkan gas metana dan polusi udara baru jika tata kelola masih buruk.
βJangan asal tiru negara maju tanpa kesiapan. Fokus dulu pada edukasi masyarakat soal pemilahan sampah dan perbaikan sistem pengumpulan,β ujarnya. Ia juga mempertanyakan transparansi Amdal RDF Rorotan. βWarga tidak tahu dampaknya, jadi wajar kalau menolak.β
Aminullah menutup dengan menyatakan bahwa Menteri seharusnya membela warga terdampak, bukan justru mendukung proyek yang mencemari lingkungan. βKalau tidak berpihak pada masyarakat, lalu apa fungsinya seorang Menteri Lingkungan Hidup?β
(csw)